Wednesday, November 16, 2011

Menghadiahi Diri Sendiri


Menjelang ulang tahun pernikahan kami yang kedua, tepatnya yang jatuh pada tanggal 8 November, saya bertanya kepada suami. “Enaknya hadiah untuk second anniversary ini apa ya?” Tapi suami saya hanya tersenyum sambil mengangkat pundak. “Entahlah. Terserah kamu deh, kamu kepingin apa.” Wah, repot juga, ditanya malah balik nanya.
            Akhirnya, saya pun berburu info di internet, tentang kado apa yang cocok untuk ulang tahun perkawinan yang kedua. Dari info yang saya dapatkan, ternyata ulang tahun perkawinan kedua itu tidak ada yang spesial. Tidak seperti perkawinan ke 25, 50 atau 60 tahun. “Aduh, kenapa tidak sebegitu berartinya sih ulang tahun perkawinan kedua? Bukannya usia yang ke 25, 50 atau 60 itu juga harus melalui dulu usia yang ke 2?” ujar batin saya memberontak.
            Walaupun tidak menemukan yang sreg di hati, tapi saya berusaha menyabar-nyabarkan hati. Siapa tahu, dengan telaten memilah-milah, info yang saya butuhkan akan ketemu. Dengan bantuan Paman Google, saya pun mengubek-ubek segala halaman yang berhubungan dengan kata kunci second anniversary.
            Hingga akhirnya saya temukan sebuah tulisan menarik, tentang alternatif kado yang bisa diberikan pada tahun-tahun tertentu dalam ulang tahun perkawinan. Lucunya, di ulang tahun yang kedua, kadonya sungguh tidak ada yang spesial, menurut saya. Betapa tidak, disitu disebutkan kalau hadiah yang bisa diberikan untuk ulang tahun kedua adalah katun. “Ah, apa pula ini,” teriak batin saya. Ternyata, yang dimaksudkan dengan katun disitu adalah barang-barang yang terbuat dari katun atau kain. Bisa berupa handuk, serbet, taplak atau kanvas. Tentunya barang-barang tersebut dibuat, atau sengaja dibuat, dengan edisi spesial. Misalnya saja handuk yang bertatahkan berlian…(ah kalau yang ini ngaco).
            Dengan bekal info itu, saya pun mencoba mendiskusikannya dengan suami. Sambil makan malam, kami pun mengobrol tentang hadiah untuk diri sendiri itu. Awalnya memang terkesan lucu, karena kami akan memberi kado untuk diri kami sendiri. Tapi, tidak ada salahnya mencoba menghargai apa yang telah kami lalui bersama itu  dengan sesuatu yang spesial.
            Untuk memutuskan barang apa yang hendak dibuat istimewa itu rupanya juga bukan perkara yang gampang. Tapi secara tidak sengaja, saya melihat sebuah frame pigura ukuran besar yang masih kosong, yang tertumpuk diantara barang-barang. Saya ingat betul, pigura itu merupakan hadiah perkawinan kami dari Mbak Ita, sepupu saya.
            Akhirnya saya yang putuskan untuk menggunakan pigura itu sebagai kado spesial kami, dan mengisinya dengan sebuah foto sewaktu pesta pernikahan kami. Suami sempat tersenyum-senyum mendengar penjelasan saya. Tapi ia juga tidak menolaknya.
             Beberapa hari menjelang tanggal 8 November, saat berbelanja di Royal Plaza, kami menyempatkan diri mampir ke digital printing, untuk mencetak fotonya. Terus terang, foto-foto pernikahan dulu itu, memang belum pernah ada satu pun yang dicetak. Semuanya hanya tersimpan dalam bentuk file di laptop. Pasalnya, saya tidak pede dengan gaya dandanan saya, yang saya pikir seperti pemain ketoprak saja. Betapa tidak. Saya yang sehari-hari lebih akrab dengan celana jeans, kemeja, kaos oblong dan bahkan celana pendek itu, harus berkebaya dan bersanggul ria demi hari yang katanya banyak orang sebagai hari spesial itu.
            Pendek cerita, foto itu kini jadilah menghiasi pigura yang tadinya kosong. Sekarang tinggal mencari lokasi untuk memajangnya. Idealnya, foto monumental dan bersejarah seperti itu ditempatkan di area umum. Sehingga setiap orang yang masuk ke dalam ruangan itu, langsung bisa menikmati keindahannya. Tapi saya beda. Sekali lagi saya tidak pede kalau foto itu harus dipandang-pandang oleh banyak orang. Maka diputuskan untuk memajang foto itu di kamar pribadi kita saja.
            Suami saya pun dengan semangat mengeluarkan alat bor, dan mengebor tembok, untuk menanam paku sebagai penyangga gantungan pigura. Tapi saat pigura diangkat dan hendak dipasangkan, kami pun tertawa terbahak bersama-sama. Ternyata, di balik pigura itu, tidak ada bagian yang digunakan untuk mengaitkannya ke paku. Untuk membuat kaitannya itu masih memerlukan waktu lagi karena harus mencari bahannya di toko bangunan. Ya, sudahlah. Kini pigura itu pun kembali teronggok dengan mesra di sebuah sudut rumah. Hanya bedanya, di dalamnya kini sudah ada foto kita berdua. Paling tidak, keberanian untuk memasang foto pernikahan itu sudah sebagai sebuah hadiah yang spesial di ulang tahun perkawinan yang kedua ini. (***)
           

No comments: