Saturday, December 12, 2009

Sejarah Cincin Kawin


Tradisi cincin kawin sudah berlangsung ribuan tahun yang lalu. Cincin kawin digambarkan sebagai tanda ikatan cinta antara seorang laki-laki dan perempuan. Memang tidak ada data pasti yang menyebutkan sejak kapan cincin digunakan sebagai bagian dari ritual sebuah perkawinan. Tapi sejumlah literatur menyebutkan pada jaman Romawi kuno banyak pasangan yang menggunakan lempeng besi sederhana sebagai tanda ikatan. Mereka percaya lingkaran cincin sebagai simbol cinta abadi.

Penggunaan cincin kawin itu juga tergambar dalam budaya Mesir kuno, seperti yang tertera dalam tulisan hiroglif di dinding makam yang ditemukan oleh para peneliti arkeologi. Umumnya lingkaran cincin itu terbuat dari logam keras yang diberi hiasan batu.

Dipercayai cincin kawin terkecil yang pernah dibuat adalah untuk Princess Mary, putri King Hennry VIII, yang dipinang oleh putra King Francis I. Upacaranya sendiri dilangsungkan pada tanggal 5 Oktober 1518. Saat itu Princess Mary masih berumur dua tahun, sementara suaminya baru lahir pada tanggal 28 Februari 1518.

Cincin kemudian dipakai sebagai bagian dalam upacara pemberkatan perkawinan kristiani pada sekitar tahun 870, yang diawali oleh bangsa Ibrani.

Tentang jari tempat cincin kawin itu ada bermacam-macan kebiasaan, yang tentunya didasarkan pada budaya masing-masing, dan tentunya disertai alasan tersendiri. Dalam fabel Yunani disebutkan pemakaian cincin itu pada jari keempat sebelah kiri. Itu dilakukan karena diyakini bahwa di jari manis tersebut terdapat pembuluh darah, disebut vena amoris yang artinya pembuluh cinta. Tapi sayangnya kepercayaan seperti itu tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Tapi berbeda ketika era Elizabethan, yang justru memasang cincin kawin di ibu jari.

Sementara itu kebiasaan meletakkan cincin di jari manis kanan dilakukan oleh orang Kolumbia, Denmark, Jerman, Yunani, Haiti, Hungaria, Mexico, Norwegia, Peru, Polandia, Rusia, Spanyol (kecuali Katalonia), Makedonia, Ukraina, Venezuela dan Serbia. Sedangkan kaum Kristen ortodoks dan penduduk Eropa bagian timur (kecuali Roma) secara tradisional memakai gelang ikatan di tangan kanan. Perempuan Yahudi memakai cincin kawin di tangan kiri, walaupun pada saat upacara penyematan diletakkan di tangan kanan.

Di Belanda, untuk tradisi katolik, cincin dikenakan di tangan kiri, sedangkan tradisi protestan justru di tangan kanan. Sementara di Austria, penganut katolik justru mengenakan cincin di tangan kanan. Di Belgia pilihan penempatan cincin kawin disesuaikan dengan areanya. Orang-orang Yunani yang penganut Kristen Ortodoks tetap memakai cincin kawin di tangan kanan, sesuai dengan tradisi Yunani.

Pemakaian cincin di jari kanan pada orang Romawi juga didasarkan pada referensi kitab sucinya. Disitu secara tersirat diterangkan bahwa tangan kiri itu punya konotasi negatif, sementara tangan kanan lebih ke arah yang baik.

Di India yang kebanyakan penganut Hindu, ada cincin yang dikenakan di hidung, disebut bichiya. Cincin ini hanya dikenakan oleh kaum perempuan. Untuk cincin kawin yang dipasang pada jari, biasanya menyatu dengan bichiya ini. Sedangkan di India bagian timur, terutama di Bengal Timur, ada sebuah gelang yang dilingkarkan di tangan, yang disebut loha, dan hanya dipakai kaum perempuan. Dalam perkembangannya, loha ini kemudian dilapisi dengan emas atau perak untuk mempercantik tampilannya.

2 comments:

marito soares galucho said...

Kalo begitu. Pakaian cincin perkawinan dalam Gereja katolik turuti budaya masing2 ya???

marito soares galucho said...

Kalo begitu. Pakaian cincin perkawinan dalam Gereja katolik turuti budaya masing2 ya???