Thursday, June 21, 2012

Urunan Makan Siang Dengan Menu Cap Cay

Cap cay hasil karya Mbak Yuni
                Aktivitas rutin pagi hari. Setelah selesai memberi Bram makan pagi dan memandikannya, barulah saya terjun ke dapur. Biasalah, tugas seorang emak-emak. Harus mengusakahan adanya makanan di meja makan setiap harinya. Rencana hari itu saya tidak masak besar. Cukup bikin ayam brokoli saus tiram untuk makan siang Bram, dan kolak pisang dicampur ketela pesanan suami.
                Saat tengah asyik bersalto ria dengan pisau dan talenan di dapur, terdengar bunyi pesan masuk ke telepon genggam yang berada di kamar. Dengan terpaksa saya harus beranjak dari dapur menuju ke kamar. Ternyata pesan singkat dari seorang teman perempuan di kantor. Lucunya isinya bukan tentang urusan kerja dan pekerjaan. Tapi lebih pada rencana makan siang bersama nanti di kantor. Wow..
                Kami adalah tiga orang perempuan tercantik di antero kantor. Bukan tanpa sebab kalau saya mengatakannya demikian, karena teman kantor selebihnya laki-laki semuanya. Itulah sebabnya kami sangat kompak dan bersatu.  Tak jarang, saat makan siang, kami berbagi bekal makanan yang kami bawa masing-masing. Seperti rencana siang itu. Mbak Yuni sudah memberi kabar bahwa ia sudah memasak cap cay. Jenis masakannya yang itu sungguh sangat digandrungi oleh teman-teman di kantor. Sementara Ketut Tirta sudah bersiap dengan botok andalannya. Karena saya hari itu tidak masak, maka saya menawarkan diri untuk membawakan nasi putih dan krupuk, serta kolak pisang ketela untuk pencuci mulut. Lengkap sudah.
                Saat makan siang tiba. Kami pun kompakan menuju meja makan, seraya menenteng bekal masing-masing. Mbak Yuni langsung mengeluarkan cap cay masakannya yang ditempatkan dalam sekotak tupperware besar. Wuih, air liur rasanya sudah menggenang di mulut. Rasanya clegak cleguk ingin menelannya. Sebetulnya masakannya tidaklah sangat-sangat mewah, tapi entah mengapa, kami berasa ketagihan karenanya.
                Cap cay yang dimasak itu lebih didominasi oleh potongan gorengan campuran tepung dan telur. Walaupun seharusnya yang namanya masakan cap cay itu lebih banyak sayurnya. Tapi itu tak masalah. Kemudian selain ayam, masih ada lagi bakso dan sosis yang dipotong-potong. Juga ada baby corn dan wortel. Kuahnya kental, berwarna kemerahan oleh saus tomat. Dengan rasa asin, manis dan pedas merica yang menggigit.
                Sambil ngobrol dan bercanda, akhirnya seluruh menu yang disiapkan untuk makan siang itu licin tandas. Menyisakan kotak-kotak makan yang kotor, yang menunggu dibersihkan. Senang? Tentu saja saya sangat senang. Karena hari itu saya bisa makan dengan nikmat. Alasannya? Ya, karena saya tidak masak sendiri. Biasanya, kalau hasil masakan sendiri, saya tidak begitu selera. Bisa jadi sudah bosan dengan aroma yang keluar ketika masih di atas kompor.
                Ngomong-ngomong tentang cap cay, menu ini adalah salah satu yang saya favoritkan. Bisa jadi karena mengandung banyak sayuran, dan cara memasaknya yang relatif singkat dan mudah. Tapi hingga sekarang ini ada masakan cap cay yang sulit saya lupakan rasanya. Yaitu cap cay milik Rumah Makan Murni di Jombang,  dan cap cay masakan Om Lun Pang, pemilik Depot Sari Rasa di Malang.
                Yang pertama, saya ingin menceritakan tentang cap cay masakan Rumah Makan Murni Jombang. Rumah makan ini bisa dikatakan sebagai tempat eksotis. Tahun berapa berdirinya, saya tidak tahu pasti. Tapi yang jelas saat saya kelas satu SD, pada tahun 1980, rumah makan itu sudah ada. Dan masih beroperasi hingga kini. Letaknya tidak jauh dari Ringin Contong, yang menjadi jantung kota Jombang. Tepatnya terletak di Jalan Merdeka.
                Masih ingat dalam memori saya, kalau saya atau adik sedang berulang tahun, ibu selalu membeli masakan itu. Biasanya kami kemudian makan bersama dengan keluarga. Menu wajibnya pasti cap cay, bakmi goreng dan fuyung hai. Tapi diantara ketiganya, yang paling duluan habis adalah cap cay.
                Style cap cay yang dihidangkan sejak jaman saya kecil hingga sekarang ini tidak berubah. Wujudnya berupa cap cay kuah kental berwarna merah dari saus tomat. Di dalamnya hanya ada irisan sayur sawi dan wortel. Tapi yang mendampinginya justru lebih banyak. Masih ada lagi bakso yang bermacam-macam itu. Ada bakso ikan, bakso ayam, dan entah bakso apa lagi. Selain juga ada hati ayam dan ampela yang diiris tipis-tipis. Pokoknya enak deh. Hingga sekarang pun, kalau sempat pulang ke Jombang, rasanya belum lengkap kalau belum makan cap cay Murni.
                Sedangkan yang kedua, adalah cap cay masakan Om Lung Pan. Dan saya sudah sangat akrab dengannya. Karena kebetulan dulu kita tinggal bertetangga. Pria gendut dengan dahi lebar, dan cenderung botak ini, juga bikin sensasi kangen makan tersendiri. Depot yang dipunyainya, bernama Sari Rasa, terletak di Jalan Jaksa Agung Suprapto Malang, tidak pernah sepi kunjungan pembeli. Lebih-lebih ketika hari Minggu atau  hari libur.
                Varian cap cay yang dibikin Om Lung berbeda dengan yang di Rumah Makan Murni. Kalau yang ini, cap cay kuah tanpa saus tomat. Sehingga saya menyebutnya cap cay putih. Bahan-bahan yang dimasak lebih kaya sayuran, dan tidak terlalu banyak daging ataupun aneka bakso. Rasanya agak enteng tapi juga sangat enak. Rasa asin, manis dan gurihnya sangat pas. Begitulah kira-kira pendeskripsiannya.  Dan sepertinya kalau pas pulang ke Malang, kurang lengkap juga kalau tidak menyambangi Om Lung Pan. Ah, semoga Om Lung masih diberikan kesehatan dan panjang umur, supaya kalau nanti saya ke Malang lagi, masih bisa menikmati hasil masakannya. Begitu kan? (***)
Cap cay dari Rumah Makan Murni Jombang


               
                 
                 

1 comment:

dian ratna said...

capcay RM Murni emg mantab mbak
capcay paling uenak yg pernah aq makan :)