Cap cay hasil karya Mbak Yuni |
Aktivitas
rutin pagi hari. Setelah selesai memberi Bram makan pagi dan memandikannya,
barulah saya terjun ke dapur. Biasalah, tugas seorang emak-emak. Harus
mengusakahan adanya makanan di meja makan setiap harinya. Rencana hari itu saya
tidak masak besar. Cukup bikin ayam brokoli saus tiram untuk makan siang Bram, dan
kolak pisang dicampur ketela pesanan suami.
Saat
tengah asyik bersalto ria dengan pisau dan talenan di dapur, terdengar bunyi
pesan masuk ke telepon genggam yang berada di kamar. Dengan terpaksa saya harus
beranjak dari dapur menuju ke kamar. Ternyata pesan singkat dari seorang teman
perempuan di kantor. Lucunya isinya bukan tentang urusan kerja dan pekerjaan.
Tapi lebih pada rencana makan siang bersama nanti di kantor. Wow..
Kami
adalah tiga orang perempuan tercantik di antero kantor. Bukan tanpa sebab kalau
saya mengatakannya demikian, karena teman kantor selebihnya laki-laki semuanya.
Itulah sebabnya kami sangat kompak dan bersatu.
Tak jarang, saat makan siang, kami berbagi bekal makanan yang kami bawa
masing-masing. Seperti rencana siang itu. Mbak Yuni sudah memberi kabar bahwa
ia sudah memasak cap cay. Jenis masakannya yang itu sungguh sangat digandrungi oleh
teman-teman di kantor. Sementara Ketut Tirta sudah bersiap dengan botok
andalannya. Karena saya hari itu tidak masak, maka saya menawarkan diri untuk
membawakan nasi putih dan krupuk, serta kolak pisang ketela untuk pencuci
mulut. Lengkap sudah.
Saat
makan siang tiba. Kami pun kompakan menuju meja makan, seraya menenteng bekal
masing-masing. Mbak Yuni langsung mengeluarkan cap cay masakannya yang
ditempatkan dalam sekotak tupperware besar. Wuih, air liur rasanya sudah
menggenang di mulut. Rasanya clegak cleguk ingin menelannya. Sebetulnya masakannya
tidaklah sangat-sangat mewah, tapi entah mengapa, kami berasa ketagihan
karenanya.
Cap
cay yang dimasak itu lebih didominasi oleh potongan gorengan campuran tepung
dan telur. Walaupun seharusnya yang namanya masakan cap cay itu lebih banyak
sayurnya. Tapi itu tak masalah. Kemudian selain ayam, masih ada lagi bakso dan
sosis yang dipotong-potong. Juga ada baby corn dan wortel. Kuahnya kental,
berwarna kemerahan oleh saus tomat. Dengan rasa asin, manis dan pedas merica
yang menggigit.
Sambil
ngobrol dan bercanda, akhirnya seluruh menu yang disiapkan untuk makan siang
itu licin tandas. Menyisakan kotak-kotak makan yang kotor, yang menunggu
dibersihkan. Senang? Tentu saja saya sangat senang. Karena hari itu saya bisa
makan dengan nikmat. Alasannya? Ya, karena saya tidak masak sendiri. Biasanya,
kalau hasil masakan sendiri, saya tidak begitu selera. Bisa jadi sudah bosan
dengan aroma yang keluar ketika masih di atas kompor.
Ngomong-ngomong
tentang cap cay, menu ini adalah salah satu yang saya favoritkan. Bisa jadi
karena mengandung banyak sayuran, dan cara memasaknya yang relatif singkat dan
mudah. Tapi hingga sekarang ini ada masakan cap cay yang sulit saya lupakan
rasanya. Yaitu cap cay milik Rumah Makan Murni di Jombang, dan cap cay masakan Om Lun Pang, pemilik
Depot Sari Rasa di Malang.
Yang
pertama, saya ingin menceritakan tentang cap cay masakan Rumah Makan Murni
Jombang. Rumah makan ini bisa dikatakan sebagai tempat eksotis. Tahun berapa
berdirinya, saya tidak tahu pasti. Tapi yang jelas saat saya kelas satu SD, pada
tahun 1980, rumah makan itu sudah ada. Dan masih beroperasi hingga kini.
Letaknya tidak jauh dari Ringin Contong, yang menjadi jantung kota Jombang.
Tepatnya terletak di Jalan Merdeka.
Masih
ingat dalam memori saya, kalau saya atau adik sedang berulang tahun, ibu selalu
membeli masakan itu. Biasanya kami kemudian makan bersama dengan keluarga. Menu
wajibnya pasti cap cay, bakmi goreng dan fuyung hai. Tapi diantara ketiganya,
yang paling duluan habis adalah cap cay.
Style
cap cay yang dihidangkan sejak jaman saya kecil hingga sekarang ini tidak
berubah. Wujudnya berupa cap cay kuah kental berwarna merah dari saus tomat. Di
dalamnya hanya ada irisan sayur sawi dan wortel. Tapi yang mendampinginya
justru lebih banyak. Masih ada lagi bakso yang bermacam-macam itu. Ada bakso
ikan, bakso ayam, dan entah bakso apa lagi. Selain juga ada hati ayam dan
ampela yang diiris tipis-tipis. Pokoknya enak deh. Hingga sekarang pun, kalau
sempat pulang ke Jombang, rasanya belum lengkap kalau belum makan cap cay
Murni.
Sedangkan
yang kedua, adalah cap cay masakan Om Lung Pan. Dan saya sudah sangat akrab
dengannya. Karena kebetulan dulu kita tinggal bertetangga. Pria gendut dengan
dahi lebar, dan cenderung botak ini, juga bikin sensasi kangen makan tersendiri.
Depot yang dipunyainya, bernama Sari Rasa, terletak di Jalan Jaksa Agung
Suprapto Malang, tidak pernah sepi kunjungan pembeli. Lebih-lebih ketika hari
Minggu atau hari libur.
Varian
cap cay yang dibikin Om Lung berbeda dengan yang di Rumah Makan Murni. Kalau
yang ini, cap cay kuah tanpa saus tomat. Sehingga saya menyebutnya cap cay
putih. Bahan-bahan yang dimasak lebih kaya sayuran, dan tidak terlalu banyak
daging ataupun aneka bakso. Rasanya agak enteng tapi juga sangat enak. Rasa
asin, manis dan gurihnya sangat pas. Begitulah kira-kira
pendeskripsiannya. Dan sepertinya kalau
pas pulang ke Malang, kurang lengkap juga kalau tidak menyambangi Om Lung Pan.
Ah, semoga Om Lung masih diberikan kesehatan dan panjang umur, supaya kalau
nanti saya ke Malang lagi, masih bisa menikmati hasil masakannya. Begitu kan?
(***)
Cap cay dari Rumah Makan Murni Jombang |
1 comment:
capcay RM Murni emg mantab mbak
capcay paling uenak yg pernah aq makan :)
Post a Comment