Alkisah,
di sebuah desa di tepi hutan, hiduplah sepasang kakek dan nenek yang
sudah tua. Mereka hanya hidup berdua karena tidak mempunyai anak. Untuk mengisi
kesepian di hari tuanya, nenek pun sering membuat kue. Suatu hari, ia ingin
membuat kue jahe.
Nenek
pun menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan. Dengan sepenuh hati ia
mengerjakannya. Kue jahe itu dibentuk seperti orang-orangan, lengkap dengan
mata, hidung, mulut, tangan dan kakinya. Ketika hendak diangkat dari dalam
oven, tiba-tiba kue jahe itu melompat keluar dan lari sekencang-kencangnya.
Karena kaget, nenek pun berteriak
memberitahu kakek kalau kue jahenya lepas. Mereka pun memburu kue jahe yang
berlari sangat cepat itu. Kue jahe yang tahu kalau dirinya dikejar, semakin
mempercepat larinya, sambil berteriak kegirangan. “Akulah Si Kue Jahe. Lariku
sangat kencang. Tidak ada seorang pun yang bisa menangkapku. Tidak juga kakek
dan nenek.”
Di tengah jalan kue jahe bertemu
dengan sapi. Si sapi tersebut melihat sepertinya kue jahe itu sangat enak untuk
dimakan. Karenanya, ia pun segera mengejar kue jahe yang berlari kencang itu.
Kue jahe yang tahu dirinya dikejar sapi, semakin mempercepat larinya dan
berkata dengan sombongnya. “Akulah Si Kue Jahe. Lariku sangat kencang. Tidak
ada seorang pun yang bisa menangkapku. Tidak juga kakek, nenek dan sapi.”
Tak jauh dari situ, ada seekor kuda
yang sedang merumput. Melihat kue jahe yang melompat-lompat dengan gesit, kuda
pun terdorong untuk menangkap dan memakannya. Ia berpikir kalau kue jahe ini
rasanya pasti lebih enak daripada rumput. Ia pun berusaha mengejar kue jahe
itu. Tahu kalau kuda mengejar, kue jahe semakin sombong dan mempercepat
larinya. “Akulah Si Kue Jahe. Lariku sangat kencang. Tidak ada seorang pun yang
bisa menangkapku. Tidak juga kakek, nenek, sapi dan kuda.”
Kejar-kejaran itu disaksikan oleh
seekor ayam. Ia pun punya pikiran yang sama, kalau kue jahe itu enak dimakan.
Melihat kue jahe yang melompat-lompat itu, ayam pun berusaha untuk
menangkapnya. Tapi tangkapannya selalu luput. Kue jahe semakin sombong lagi.
“Akulah Si Kue Jahe. Lariku sangat kencang. Tidak ada seorang pun yang bisa
menangkapku. Tidak juga kakek, nenek, sapi, kuda dan ayam.”
Kue jahe pun berlari makin kencang.
Hingga ia bertemu rubah. Tapi anehnya, rubah itu tidak berusaha mengejar si kue
jahe.
“Hei,
rubah, apakah kau tidak ingin mengejar dan memakanku?” tanya kue jahe pada
rubah. Rubah pun menanggapinya dengan acuh tak acuh.
“Tidak.
Memangnya kamu enak dimakan?” rubah balik bertanya.
“Kalau
kau tidak memakanku, aku akan beristirahat. Aku lelah berlari terus,” kata kue
jahe.
“Ya,
kalau capek, berhentilah dahulu disini,” sahut rubah, tetap dengan nada
mengacuhkan.
Karena merasa aman, kue jahe pun
berhenti berlari dan beristirahat di dekat rubah. Tapi tanpa disangka-sangka,
hap……dengan cepat rubah menangkap dan menelan kue jahe. Akhirnya kue jahe yang
sombong itu tidak pernah lagi kembali pada kakek dan nenek. (***)
(Bram
sering minta didongengi kisah ini sebelum berangkat tidur. Dan tidurnya pun
bersama dengan buku yang ada gambar kue jahe).
Buku yang menginspirasi Bram tentang kue jahe |
No comments:
Post a Comment