Itulah mengapa saya sangat prihatin dengan berita yang
mengabarkan bahwa ada sampah rumah tangga, dalam skala besar, yang diwadahi
karung, kemudian dibuang ke pinggir jalan tol ruas Waru-Pasar Turi.
Sungguh-sungguh perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Bagaimana tidak. Sampah
merupakan hasil dari kegiatan hidup kita. Untuk itulah sudah menjadi tugas kita
pula untuk mengolah dan memberdayakannya.
Sebenarnya pengolahan sampah sangat-sangatlah mudah.
Tinggal kemauan kita saja untuk melakukannya. Dan yang lebih penting adalah
komitmen dan cara pandang kita tentang memaknai gaya hidup ‘green living’. Bumi
yang sudah semakin tua ini, seharusnya tidak lagi dibebani oleh sampah-sampah
yang tidak terolah. Mengubah mind set itulah yang tersulit. Karena memang lebih
enak membuang sampah begitu saja tanpa berpikir panjang lagi. Terserah tukang
sampah mau diapakan. Tapi ketika sampah menumpuk di depan rumah, karena tukang
sampahnya libur, maka pasti gerutuan yang muncul dulu.
Padahal jika kita mau sedikit berpikir dan bertindak
sedikit saja, masalah sampah, setidaknya sampah rumah tangga yang kita hasilkan
sendiri, masalah itu sudah bisa teratasi. Saya sudah membuktikannya. Dulu saya
juga dipusingkan dengan tumpukan sampah itu. Selain sampah rumah tangga yang
dihasilkan sehari-hari, juga sampah daun-daunan dari halaman dan kebun. Semua
menumpuk di kebun belakang, dan ujung-ujungnya hanya dibakar.
Saya pun mulai mencoba untuk memilah-milah sampah,
antara yang plastik dan sampah basah. Sampah basah kemudian dikumpulkan di
dalam tong tertutup, yang sebelumnya sudah dipasangi kran di bawahnya. Sisa-sisa
kegiatan dapur dan makanan yang menjadi isian tong itu. Tiga atau empat hari
sekali, disiram dengan cairan probiotik yang sudah dicampur dengan larutan
gula. Sampah itu akan diuraikan oleh bakteri yang terdapat dalam cairan
probiotik. Saya memakai probiotik EM4. Harganya tidak mahal. Seliternya hanya
14 ribu, dan itu cukup untuk digunakan lebih dari sebulan.
Hasilnya, saya punya pupuk cair yang murah. Namun
khasiatnya tak kalah dengan pupuk kimia buatan pabrik, yang pastinya harus
dibeli dulu. Setiap dua minggu sekali, kran tong sampah itu dibuka. Jus yang
keluar itulah yang disebut sebagai pupuk cair. Setelah diencerkan dengan air,
bisa untuk menyirami tanaman.
Secara tidak sadar, ketika saya perhatikan
tanaman-tanaman yang ada di kebun, tampak semakin hijau saja. Tanaman bayam dan
belimbing wuluh yang ada di samping rumah tumbuh dan berbuah sedemikian
lebatnya. Belum lagi cabe, labu siam, pepaya, jambu, mangga, katuk, dan
lain-lainnya, menunjukkan tanda-tanda tumbuhnya pupus daun muda yang banyak
sekali.
Saya pun berandai-andai. Jika saya hanya melakukan ini
saja, sudah menampakkan hasil yang mengagumkan. Bagaimana jadinya jika di
setiap rumah tangga melakukannya? Tentunya tidak akan lagi gerutuan ibu-ibu
yang mengeluhkan bau sampah di depan rumah yang belum terangkut tukang sampah.
Yah, seandainya…seandainya…. (***)