Saturday, November 16, 2013

Di Rumahku Tidak Ada Sampah

Senyatanya kalimat di atas memang benar adanya. Bukan mengada-ada. Di rumah saya sekarang ini memang sudah tidak ada lagi sampah yang terbuang begitu saja. Sampah dapur dan daun-daunan dari kebun, semua bisa termanfaatkan dengan begitu sempurnanya. Hasilnya, halaman rumah dan kebun yang semakin hijau dengan tanaman yang tumbuh dengan subur.

Itulah mengapa saya sangat prihatin dengan berita yang mengabarkan bahwa ada sampah rumah tangga, dalam skala besar, yang diwadahi karung, kemudian dibuang ke pinggir jalan tol ruas Waru-Pasar Turi. Sungguh-sungguh perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Bagaimana tidak. Sampah merupakan hasil dari kegiatan hidup kita. Untuk itulah sudah menjadi tugas kita pula untuk mengolah dan memberdayakannya.

Sebenarnya pengolahan sampah sangat-sangatlah mudah. Tinggal kemauan kita saja untuk melakukannya. Dan yang lebih penting adalah komitmen dan cara pandang kita tentang memaknai gaya hidup ‘green living’. Bumi yang sudah semakin tua ini, seharusnya tidak lagi dibebani oleh sampah-sampah yang tidak terolah. Mengubah mind set itulah yang tersulit. Karena memang lebih enak membuang sampah begitu saja tanpa berpikir panjang lagi. Terserah tukang sampah mau diapakan. Tapi ketika sampah menumpuk di depan rumah, karena tukang sampahnya libur, maka pasti gerutuan yang muncul dulu.  

Padahal jika kita mau sedikit berpikir dan bertindak sedikit saja, masalah sampah, setidaknya sampah rumah tangga yang kita hasilkan sendiri, masalah itu sudah bisa teratasi. Saya sudah membuktikannya. Dulu saya juga dipusingkan dengan tumpukan sampah itu. Selain sampah rumah tangga yang dihasilkan sehari-hari, juga sampah daun-daunan dari halaman dan kebun. Semua menumpuk di kebun belakang, dan ujung-ujungnya hanya dibakar.

Saya pun mulai mencoba untuk memilah-milah sampah, antara yang plastik dan sampah basah. Sampah basah kemudian dikumpulkan di dalam tong tertutup, yang sebelumnya sudah dipasangi kran di bawahnya. Sisa-sisa kegiatan dapur dan makanan yang menjadi isian tong itu. Tiga atau empat hari sekali, disiram dengan cairan probiotik yang sudah dicampur dengan larutan gula. Sampah itu akan diuraikan oleh bakteri yang terdapat dalam cairan probiotik. Saya memakai probiotik EM4. Harganya tidak mahal. Seliternya hanya 14 ribu, dan itu cukup untuk digunakan lebih dari sebulan.

Hasilnya, saya punya pupuk cair yang murah. Namun khasiatnya tak kalah dengan pupuk kimia buatan pabrik, yang pastinya harus dibeli dulu. Setiap dua minggu sekali, kran tong sampah itu dibuka. Jus yang keluar itulah yang disebut sebagai pupuk cair. Setelah diencerkan dengan air, bisa untuk menyirami tanaman.

Secara tidak sadar, ketika saya perhatikan tanaman-tanaman yang ada di kebun, tampak semakin hijau saja. Tanaman bayam dan belimbing wuluh yang ada di samping rumah tumbuh dan berbuah sedemikian lebatnya. Belum lagi cabe, labu siam, pepaya, jambu, mangga, katuk, dan lain-lainnya, menunjukkan tanda-tanda tumbuhnya pupus daun muda yang banyak sekali.

Saya pun berandai-andai. Jika saya hanya melakukan ini saja, sudah menampakkan hasil yang mengagumkan. Bagaimana jadinya jika di setiap rumah tangga melakukannya? Tentunya tidak akan lagi gerutuan ibu-ibu yang mengeluhkan bau sampah di depan rumah yang belum terangkut tukang sampah. Yah, seandainya…seandainya…. (***)