Saturday, February 14, 2009

Kampung Tionghoa

  • Suasana sebuah perkampungan tionghoa, tanggal 7-8 Februari 2009, di sebuah kawasan perumahan elite, Ijen Nirwana Residence, Malang


  • Saat senja dalam sebuah bingkaian di tahun baru Imlek


  • Alat musik etnik yang berasal dari negeri cina, dimainkan oleh salah satu anggota kelompok kesenian dari Klenteng Eng An Kiong, Malang. Masih ada lagi alat musik tradisional lain yang tersedia, tapi tidak ada yang bisa memainkannya. Itu terjadi karena tidak ada generasi muda sekarang ini yang mau mempelajarinya. Grup musik mandarin yang selalu berlatih di hari Senin jam 9-11 malam ini anggotanya kebanyakan para lanjut usia.

Friday, February 13, 2009

Facebook = Ajang Reuni?

Hi, my long lost friend, gimana kabarmu? Wah lama nggak ketemu ya… Terakhir kita ketemu di Supermall Karawaci tahun 1999. Ingat nggak? Kamu masih tetap di Malang? Aku sekarang di Hiroshima ni, lagi sekolah ngambil PhD. Bulan April nanti studi dah selesai, dan pulang ke Indonesia, nerusin kegiatan ngajar di bagian anatomi FKUI. Keep in touch ya......

Begitu pesan yang masuk ke inbox facebook yang saya buka ketika sedang dalam perjalanan pulang ngantor dari Surabaya ke Malang. Pesan itu datang dari seorang teman sebangku ketika masih duduk di bangku SD dan SMA, yang memang sudah tidak pernah ketemu dan kehilangan kontak setelah sekian lama. Adanya fasilitas facebook di dunia maya itulah akhirnya yang mempertemukan kami sehingga bisa menjalin komunikasi walaupun kami berada di negara berbeda dan berjauhan letaknya.

Beberapa bulan terakhir ini gejala demam facebook sangat terasa. Dimana-mana orang membicarakannya. Apalagi bagi orang yang pekerjaan sehari-harinya bersentuhan dengan komputer dan internet, sudah bisa dipastikan punya halaman di facebook.

Pembicaraan tentang facebook tidak hanya gencar di kalangan anak muda dan ABG usia sekolah. Rupanya ’virus’ itu sudah menjangkiti berbagai kalangan. Kalau komunitas anak muda menggunakan sarana facebook sebagai ajang mencari dan menambah teman, maka berbeda dengan apa yang dialami oleh kalangan paruh baya. Bagi kalangan yang berumur 35 tahun ke atas, facebook bisa jadi sebagai ajang reuni atau alat untuk melacak jejak kawan yang sudah hilang atau yang tidak berjumpa dalam jangka waktu yang lama.

Seperti yang saya alami sendiri, yang kini bisa dikatakan mulai mengalami ketergantungan, walau masih dalam taraf ringan. Awalnya seorang teman kantor yang memperkenalkan apa itu facebook. ”Yuk, kita gabung di facebook untuk nambah temen,” kata salah satu teman laki-laki di kantor pada suatu siang. Saat itu, saya dan dua teman perempuan sekantor yang lain agak apatis mendengar. Menambah teman? Ah seperti anak SMP saja, batin kami waktu itu. Apalagi sebelumnya kami juga sudah mengikuti situs pertemanan yang bernama friendster. Tapi karena berasa hanya seperti itu-itu saja, maka halaman di friendster pun akhirnya telantar begitu saja, tidak pernah lagi diurus.

Maka dengan ogah-ogahan kami bertiga pun mengiyakan ajakan teman kantor itu. Bahkan awalnya dia pula yang membuatkan dan mendaftar di facebook untuk dua teman perempuan tersebut. Saya pun menyusul kemudian, setelah beberapa kali ditanya apakah sudah bikin. Karena seringkali ditanya itulah, timbul rasa penasaran dalam benak saya. Ada apa sih dengan facebook ini, sehingga orang-orang ramai membicarakannya.

Awalnya saya juga masih gagap tentang facebook itu sendiri. Masuk ke halamannya dan melihat fasilitas yang ada, rasanya seperti anak TK yang baru belajar mengenal huruf, walaupun sesungguhnya dunia internet bukan lagi hal yang asing bagi saya. Pelan-pelan saya mencoba menyusuri satu persatu. Ternyata makin lama makin mengasyikkan. Fasilitas yang diberikan pun lebih banyak daripada friendster, situs yang hampir sama, yang sejauh ini sudah saya ketahui dan ikuti.

Tanpa sengaja, satu persatu kawan yang tidak pernah kontak bisa ketemu lagi. Jadi ya istilahnya setengah reuni begitu. Kabar-kabar pun mengalir begitu saja. Teman-teman yang tidak pernah bertemu itu pun membawa berita perkembangan terbarunya. Baik itu tentang dirinya sendiri maupun kawan lainnya. Sungguh, saya serasa menemukan keasyikan baru. Kurang lengkap rasanya kalau dalam sehari itu saya absen menjenguk halaman di facebook.

Apalagi facebook dengan mudahnya dapat diakses dari telepon genggam yang mempunyai fasilitas GPRS. Sekarang, kalaupun kelihatannya seseorang sedang duduk sendirian di suatu tempat hanya dengan ditemani sebuah telepon genggam di tangan, senyatanya tidaklah demikian. Bisa jadi ia sedang berhubungan dengan kawan-kawannya yang sedang berada nun jauh disana.

Facebook bisa dipakai sebagai ajang apa saja. Tapi, sepanjang yang saya lakoni, facebook ini merupakan alat bantu reuni. Masa-masa ketika sekolah dulu, atau kabar terakhir ketika bertemu, bisa menjadi topik yang menghangatkan sekaligus menggelikan. Belum lagi kalau foto-foto jadul diikutsertakan, kemudian dikomentari bersama-sama. Dijamin pasti tambah gayeng.

Sebagai forum untuk komunikasi bersama-sama facebook menyediakan fasilitas yang bisa dibilang cukup lengkap. Disitu ditampilkan wall, yang akan memperlihatkan apa saja yang kita masukkan, ataupun komentar dari orang-orang yang sudah menjadi teman kita. Tapi kalau ingin pesan yang lebih private, maka disediakan pula fasilitas pesan, seperti layaknya sebuah email. Ada juga fasilitas chatting bersama-sama teman yang kebetulan sedang online. Status update pun dipertontonkan secara detail, sehingga kita bisa mengetahui perkembangan terbaru dari orang yang telah menjadi kawan kita.

Tapi menurut kabar burung, ada beberapa negara yang sempat melarang adanya facebook di negerinya. Entah apa alasan pastinya. Yang jelas, kata mereka, facebook merusak mentalitas penerus bangsa. Banyak anak muda menjadi tergantung dan tidak tahu waktu kalau sudah berselancar di facebook. Lho?

Apa itu Facebook?

Facebook adalah situs web jaringan sosial yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 dan didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang lulusan Harvard dan mantan murid Ardsley High School. Keanggotaannya pada awalnya dibatasi untuk siswa dari Harvard College. Dalam dua bulan selanjutnya, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah Boston (Boston College, Boston University, MIT, Tufts), Rochester, Stanford, NYU, Northwestern, dan semua sekolah yang termasuk dalam Ivy League. Banyak perguruan tinggi lain yang selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun waktu satu tahun setelah peluncurannya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki alamat surat-e suatu universitas (seperti .edu, .ac.uk, dll) dari seluruh dunia dapat juga bergabung dengan situs ini.

Selanjutnya dikembangkan pula jaringan untuk sekolah-sekolah tingkat atas dan beberapa perusahaan besar. Sejak 11 September 2006, orang dengan alamat surat-e apa pun dapat mendaftar di Facebook. Pengguna dapat memilih untuk bergabung dengan satu atau lebih jaringan yang tersedia, seperti berdasarkan sekolah tingkat atas, tempat kerja, atau wilayah geografis.

Hingga Juli 2007, situs ini memiliki jumlah pengguna terdaftar paling besar di antara situs-situs yang berfokus pada sekolah dengan lebih dari 34 juta anggota aktif yang dimilikinya dari seluruh dunia. Dari September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs paling banyak dikunjungi, dan merupakan situs nomor satu untuk foto di Amerika Serika, mengungguli situs publik lain seperti Flickr, dengan 8,5 juta foto dimuat setiap harinya

Di Indonesia sendiri, facebook baru menggejala dan menjadi wabah umum di akhir tahun 2008 sampai awal 2009. Bahkan pertanyaan, ’sudah gabung di facebook atau belum?’ menjadi sebuah pertanyaan wajib ketika bertemu dengan seseorang.